PUBLICTRUST.ID - Saat ini BRI Research Institute sedang mendorong kebijakan pemerintah untuk melegalkan pembukaan hutan dan kawasan hutan di luar Pulau Jawa. Dorongan ini disampaikan langsung oleh Direktur BRI Research Institute, Sunarso, lewat tayangan di Metro Tv, pada Jumat (04/10/24).
Singkatnya, Sunarso mengemukakan bahwa hal itu dilakukan karena petani di Pulau Jawa hampir pada umumnya memiliki tanah garapan hanya seluas 0,2-0,3 ha/petani. Ukuran ini klaim Sunarso, artinya rata-rata lahan pertanian justru sangat sempit sehingga pemerintah harus melegalkan pembukaan hutan baru di luar Pulau Jawa.
Namun, di tempat dan waktu yang berbeda, dorongan tersebut menurut Dewan Pakar Koalisi Kawali Indonesia Lestari Dr, Ir. Drs Dodo Sambodo adalah bentuk gagal paham. Pasalnya, hingga saat ini pemerintah juga tidak dapat menunjukkan usaha pembukaan hutan di luar Jawa untuk pertahanan pangan yang sudah berhasil.
Dodo lantas mencontohkan masalah lahan untuk proyek food estate Indonesia di beberapa daerah seperti Kalimantan, Papua, dan Sumatera saat ini tidak menunjukkan hasil yang maksimal, bahkan terbilang gagal.
Kenyataan tersebut menurut Dodo harus dipertanyakan langsung kepada pemerintah, berapa besar kerugian bangsa indonesia atas terdegradasinya hutan untuk proyek pengamanan pangan yang tidak berhasil itu.
“Berapa besar karbon yang lepas ke atmosfer karena kegagalan proyek-proyek yang mengatasnamakan pengamanan pangan ini,” tandasnya.
Selanjutnya, Dodo menjelaskan bahwa dalam percaturan iklim global, Indonesia termasuk Negara emiter terbesar dunia akibat GRK khususnya gas karbon dan gas metan yg dihasilkan dari sistem pertanian yang boros air.
“Akibatnya pasca panen kita selalu menimbulkan gas CH4 yang jauh lebih besar tingkat bahayanya bila dibandingkan dengan gas CO2 terhadap PI (perubahan iklim),” katanya.
Tidak sebatas itu, Dodo juga menegaskan bahwa BRI Research Institute harus objektif dan dapat membandingkan antara negara industri (maju) dan negara pra industri (agraris) yang sistem pertaniannya sudah jauh berubah.
“Karena itulah, Indonesia tidak akan melakukan perubahan besar terutama dari sisi atau cara membangun sektor pertanian, sehingga membahayakan lingkungan kalau masih akan melegalkan pembabatan hutan di luar jawa,” tegas Dodo.
Dalam rilisnya, Dodo bahkan menyayangkan kompetensi narasumber termasuk pihak Metro Tv. Ia mengatakan, Sunarso justru terkesan menyalahkan Indonesia tidak banyak melakukan penelitian di bidang pertanian di negara maju.
“Pendapat ini juga menurut kami Dewan Pakar Kawali salah besar, karena semestinya Metro TV lebih berhati-hati dalam memilih narasumber untuk sebuah tayangan yang bergengsi, mengingat bahwa pemirsa stasiun TV bukan kebanyakan orang yang mudah dicekoki dengan informasi yang salah, sehingga hal semacam ini harus dikoreksi demi mengedukasi publik luas,” tutupnya. (*-01)
Tulis Komentar